SINOPIS
Dalam Sang Pemimpi, Andrea bercerita di jambi tentang kehidupan ketika masa-masa SMA. Tiga tokoh utamanya adalah Ikal, Arai dan Jimbron. Ikal- alter egonya Andrea Hirata, sedangkan Arai adalah saudara jauh yang yatim piatu yang disebut simpai keramat karena anggota keluarga terakhir yang masih hidup dan akhirnya menjadi saudara angkat dan Jimbron adalah seorang yatim piatu yang terobsesi dengan kuda dan gagap bila sedang antusias terhadap sesuatu atau ketika gugup.
Ketiganya dalam kisah persahabatan yang terjalin dari kecil sampai mereka bersekolah di SMA Negeri Manggar, SMA pertama yang berdiri di Belitung bagian timur. Bersekolah di pagi hari dan bekerja sebagai kuli di pelabuhan ikan pada dini hari, dari ketagihan mereka menonton film panas di bioskop dan akhirnya ketahuan guru mengaji mereka , kisah cinta Arai dan Jimbron, perpisahan Jimbron dengan ikal dan Arai yang akan meneruskan kuliah di Jakarta yang akhirnya membuat mereka berdua terpisah tetapi tetap akan bertemu di Perancis. Hidup mandiri terpisah dari orang tua dengan latar belakang kondisi ekonomi yang sangat terbatas namun punya cita-cita besar , sebuah cita-cita yang bila dilihat dari latar belakang kehidupan mereka, hanyalah sebuah mimpi.
Sang Pemimpi merupakan film kedua dari tetralogi novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang juga merupakan lanjutan dari film Laskar Pelangi. Buku kedua, Sang Pemimpi, seperti juga buku perdananya, menjadi best seller.
Film sekuelnya Laskar Pelangi ini akan segera rilis. Rencananya, film Produksi Miles Films dan Mizan Production ini rilis tanggal 17 Desember nanti. Ceritanya diangkat dari novel kedua Andrea Hirata, Sang Pemimpi.
Untuk urusan pemain, produser Mira Lesmana masih memilih nama-nama baru asli Belitung. Selain Nugie, yang jadi Pak Balia, dan Landung Simatupang sebagai Pak Mustar, ada Vikri, Ahmad dan Azwir sebagai Ikal, Arai dan Jimron. Zakiah Nurmala juga diperankan pendatang baru Maudy Ayunda. Sedangkan Ikal dewasa tetap dimainkan Lukman Sardi, dan Arai dewasa diperankan Nazril Ilham alias Ariel “Peterpan”.
Film Sang Pemimpi Karya Riri Riza ini akan membuka Jakarta International Film Festival (JIFFest) ke-11 yang berlangsung pada 4-12 Desember 2009.
Direktur JIFFest, Roisamri mengatakan, bahwa pemilihan film-film Riri Riza dan Mira untuk dihadirkan di JIFFest, sesuai dengan misi JIFFest untuk menghadirkan film-film Indonesia yang berkualitas. Mempunyai cerita yang berakar dari kehidupan Indonesia dan layak dihadirkan di panggung film internasional.
Duet sutradara dan produser Riri Riza dan Mira Lesmana yang kembali memproduksi SANG PEMIMPI itu, juga pernah menghadirkan film pendek DRUPADI, diputar khusus pada JIFFest tahun lalu.
Film karya sebelumnya LASKAR PELANGI, masih menjadi film terlaris di Indonesia sepanjang masa dengan jumlah lima juta penonton, juga diputar di JIFFest tahun lalu dalam dua kategori.
“Kedua kategori itu adalah sebagai salah satu dari sepuluh film terpilih dalam kompetisi film cerita panjang Indonesia dan film nomor satu dalam program sepuluh tahun Kebangkitan Film yang memutar sepuluh film Indonesia terlaris selama sepuluh tahun terakhir,” kata Roisamri.
Selama sepuluh tahun terakhir, sejalan dengan pelaksanaan JIFFest jumlah film Indonesia terus meningkat, tahun ini saja sekitar 90 film Indonesia yang akan dirilis di bioskop.
“Jauh sekali dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu, yang hanya sekitar lima film Indonesia per tahun dan sudah saatnya film Indonesia mendapat tempat paling utama di festival ini,” imbuh Roisamri.
Selain itu, kualitas film Indonesia juga terus membaik, pengakuan dunia internasional terhadap film Indonesia semakin terlihat dengan masuknya film-film Indonesia seperti LASKAR PELANGI, GENERASI BIRU, PERTARUHAN di festival-festival film premier di antaranya adalah Berlinale.
“Bukan tidak mungkin dalam satu dua tahun ini, akan ada sesi khusus film Indonesia atau film Indonesia masuk di kompetisi utama di festival-festival film besar,” kata Roisamri.
Pada tahun ini, selain pemutaran SANG PEMIMPI, JIFFest masih tetap akan menghadirkan pemutaran sekitar 150 judul film dalam dan luar negeri, berikut sesi workshop, master class dan seminar.
Disisi lain, tidak seperti halnya para kritikus sastra yang memberikan pujian kepada karya Andrea, Aulia Muhammad membeberkan beberapa kekurangan kedua novel Andrea.
Soal melawan pasar, bagi Aulia karya Andrea tak melawan pasar. Tapi sebaliknya, justru mengikuti pasar. Karya yang ditawarkan Andrea juga tak baru. Hampir mirip-mirip yang disajikan dalam serial tayangan islami, seperti yang tampak dalam buku kedua Andrea, Sang Pemimpi, yang disebut oleh Aulia sebagai “pertobatan”.
Lakunya karya Andrea, ditambahkan Aulia karena menampilkan keharuan. Termasuk juga strategi penerbit yang menampilkan Andrea sebagai awam yang menulis sastra. Orang menjadi ingin tahu.
Aulia mencontohkan, seperti melejitnya nama Feri atau Ikhsan peserta Indonesian Idol, yang menampilkan sosok anak keluarga yang tak mampu. Bahkan untuk pergi menyaksikan aksi panggung anaknya, ayah Ikhsan harus dengan menjual becak. Kemudian soal endorsement atau catatan oleh para pakar, menurut Pemimpin Redaksi Suaramerdeka.com itu membuktikan betapa tidak percaya dirinya seorang pengarang. Hal lainnya, adalah soal pengkotak-kotakkan sastra menjadi beberapa jenis.
Menurut Aulia, tidak perlu membuat kategorisasi sastra, termasuk kategori orang awam menulis sastra. Yang terpenting adalah karya itu bagus, diapresiasi oleh pembaca. Bagi Aulia strategi apapun halal dilakukan penerbit. Tapi yang jauh penting dilakukan penerbit adalah bagaimana agar buku bisa murah. Yang penting karya itu dibaca.”Bagi saya karya itu dibaca saja sudah sangat senang,” katanya.
Oleh karena itu, menurut Pemimpin Redaksi suaramerdeka.com itu tidak perlu mendewa-dewakan karya. Bahwa karya ini bagus, penulisnya hebat. “Pengharapan yang terlalu berlebihan atas suatu karya, seringkali mengecewakan. Makanya biasa saja dalam menanggapi suatu karya. Secara wajar,” kritik alumnus Fakultas Sastra Undip itu. Menanggapi kritik Aulia, Andrea mengatakan bahwa dirinya melihat pasar secara praktis.
Soal ketidakpercayaan pengarang, dirinya mengaku mulanya juga tak percaya jika para pakar sastra memberikan pujian atas karyanya. ”Makanya, saya pernah meledek seorang teman dari penerbitan. Saya katakan ada tiga profesi yang tidak bisa dipercaya. Yang ketiga itu adalah penerbit,” ujar pengarang kelahiran Belitong, yang kini bekerja di PT Telkom Bandung ini, sambil tersenyum lepas.
No comments:
Post a Comment