Alexa (Sabrina) seorang polwan muda yang cantik dan enerjik mendapat tugas menangkap gembong narkoba kelas kakap,Ricardo Monte Carlo (Rudy Wowor). Polisi berharap banyak dari saksi kunci, Ari Ristanto. Namun Ari menghilang dan hanya putrinya, Cassandra (Kirana) yang mengetahui keberadaannya. Alexa harus menyamar menjadi mahasiswa di kampus tempat Cassandra kuliah untuk mendapatkan informasi tentang Ari. Keadaan semakin parah saat Cassandra diculik oleh Monte Carlo. Alexa dibantu oleh teman-teman kampusnya mencoba membebaskan Cassandra. Berhasilkah mereka?
== Sinopis ==
Dengan sangat bangga saya menyatakan bahwa saya pada akhirnya mendapatkan film ini. Film yang dijagokan oleh sutradaranya sendiri untuk ikut berkompetisi dalam Cannes.
Satu2nya film yg disponsori oleh salah satu perusahaan pembalut wanita, dan tak lupa pula si sponsor turut bermain film. Benar, sang pembalut itu sendiri.
Film yang sangat sulit didapatkan dvd-nya setelah kemunculannya di bioskop, sampai2 saya ngemis2 di kaskus pun tetep ga ada yg kasih rapid-nya.
Dan thanks to youtube.com, penantian saya berakhir. Sekarang saya merasa sangat berkewajiban untuk segera menulis reviewnya. Jadi, the review begins.
Alexa, seorang polisi undercover amatiran didaulat untuk menyamar sebagai anak kuliahan. Targetnya: mendekati Cassy, seorang mahasiswi yg merupakan anak seorang saksi kunci atau apalah fungsinya dari sebuah kasus narkoba. Tak dinyana rupanya kedatangan Alexa (Mbok Bariah, tapi namanya disamarkan jadi Shabrina S) membawa perubahan yang cukup berarti di kampus kesenian tersebut, di mana seharusnya ia tak boleh kelihatan menonjol selaku polisi penyamar, tapi begitu masuk kuliah dia malah menghajar geng cewek jagoan dan membuat preman2 di sana terkencing2. Ternyata Cassy (Kirana Larasati) diincar juga oleh sang kepala mafia sindikat narkoba Ricardo Montecarlo (Rudy Wowor) sebagai umpan agar sang ayah yg menghilang segera menemui komplotan mafia untuk… ya apalagi selain dihabisi. Aksi samar menyamar ini pada akhirnya melibatkan teman2 kuliah Alexa yg putih2 dan mulus2 dan juga kecengan para cewek berupa mas2 berambut aneh. Lalu, bagaimana akhirnya nasib cassy? dan bagaimana pula nasib mbok bariah? lalu rudy wowor? lalu Cannes?
Ada point penting yang saya hampir lupa. Sang sutradara berbakat calon pemenang Cannes, Tengku Firmansyah, juga tampil sebagai cameo yang sangat tak penting di film ini. Tak seperti layaknya cameo yg hanya hadir pada satu-dua adegan, ia tampil sebanyak yang dia sanggup, dan lebih banyak dari yang kita sanggup melihatnya. Memang dia berusaha menutupi kehadirannya dgn topi koboi dan jaket kulit (di indonesia yg suhu rata2nya pertahun 32°C), but unfortunately we recognize him immediately. Meski miskin dialog, mukanya cukup memeras kesabaran kita. Tapi jangan khawatir, akhir dari aksinya selaku cameo paling berbakat abad ini cukup berharga untuk ditunggu.
Kemudian selanjutnya adalah sesi yg paling saya gemari dalam menulis review, yaitu kumpulan adegan2 culun.
Adegan culun pertama adalah Alexa. Apapun yg dia lakukan di depan kamera, selalu terlihat seperti alm. pelawak Uuk yg dulu tampil bersama jayakarta group. Ya potongannya, ya kelakuannya. Anda harus harus harus melihat dia memperagakan ilmu bela dirinya. Sekali sabet semua mati. Dan anda juga harus melihat dia akting nangis. Ingat istilah ‘nggak banget’ yg beken beberapa musim yg lalu? Inilah visualnya. Oh maaf, saya akan berlaku adil, bukan cuma akting nangisnya yg ga oke, tapi keseluruhan aktingnya.
Lalu adegan mengganggu nomor dua. Film ini kelihatannya ingin mencontek film2 Quentin Tarantino, di mana nyawa manusia itu sama seperti kecoak. Adegan dar der dor boleh terjadi di mana saja, entah mau masuk akal atau tidak. Dan tak akan ada yg curiga. Semua manusia di indonesia, semuanya tuli di film ini, sehingga mau ada tembakan di kamar sebelah pun, layaknya kekerasan di IPDN, tak akan tercium. Maka, ketika cowok berpotongan rambut aneh mati tertembak, hanya mbok bariah sendiri yang peduli. Tentu saja diiringi adegan menangis kesukaan saya.
Kemudian selanjutnya, adegan2 model mendandani Alexa yang tomboi oleh temen2 kuliah yg putih dan mulus. Padahal pada awal cerita sudah ditunjukkan bagaimana Alexa bisa memakai baju mirip lingerie dan tampak feminin untuk menyamar di dalam komplotan penjual bayi. Temen2 saya yg feminin aja males pake baju model gitu di depan publik.
Lalu adegan memperkenalkan diri di depan kelas. ‘Alexa, perkenalkan dirimu!’ kata bu guru Jajang C noor (tante, kenapaaaaaaa tante harus mencari uang dgn melacur seperti ini???)
dan kata Alexa: ‘Siap!! Nama: Alexa!!’ –> maksudnya khas militer. oh tidak, apakah semua polisi baru sebodoh ini? pantas saja negara kita ga aman.
Lalu judulnya, D’girlz begins??? Saya hanya melihat aksi Alexa yg one man show, kenapa ga Alexa begins aja?
Lalu last but not least, selain keseluruhan filmnya yg mengganggu, tentunya adegan di bawah ini:
‘Eh, bocor tuh!’
‘Wah ga nyadar gue! Lo punya softex ga?’
‘Yang ini atau yang ini?’
dsb. Maaf, adegan terlalu norak tak bisa saya simpan di memori saya. Ini efek traumatis dari menonton Pesan dari Surga.
Tapi saya menangkap maksud sang sutradara. Film ini adalah film model Quentin Tarantino yang dipengaruhi oleh Fight Back to School, dan diberi sentuhan Charlie’s Angels. Lalu, apabila film2 tersebut aja ga masuk Cannes, kenapa juga dia berpikir ini akan masuk Cannes?
Untuk salah satu film Cannes, saya seharusnya lebih kritikal dari biasanya. Coba dibandingkan film2 Cannes yg lain, film dari Indonesia seharusnya berkualitas sama dengan mereka. Tapi bagaimana caranya saya lebih kritikal dari ini? Saya manusia yang juga memiliki rasa kasihan. Saya bagaimanapun juga tidak ingin menyakiti orang lain. Tapi mengapa orang2 yang saya kasihani tidak kasihan pada orang2 lain yg harus menonton ini? Mengapa mereka tega membuat orang membuang2 uangnya untuk keuntungan satu pihak saja? Dan bukan hanya uang, juga umur. apakah hidup yang singkat di dunia harus juga kita perpendek dengan menonton film2 Cannes Wannabe seperti ini?
Btw, mohon maaf tapi ada beberapa bagian di tengah film yang ga bisa saya tonton krn belom diupload. Tapi, apa benar2 perlu saya tonton adegan itu??? apakah tidak lebih baik saya melakukan hal2 berguna, seperti solat isya, nonton body of evidence lalu tidur?
Dulu, Tengku Firmansyah pernah melakukan kesalahan besar dalam hidup, waktu dia mengeluarkan album duet dgn istrinya, Cindy Fatika (dan beneran deh, kenapa orang ini berasa bgt bisa nyanyi). Kini, dengan membuat film ini, Tengku Firmansyah berhasil membuktikan pada khalayak ramai, bahwa sesungguhnya dia juga tak bisa menyutradarai film.
No comments:
Post a Comment