News Update :

Cewek Gokil

picture of a pumpkinMengingat hidupnya keluarganya tak seindah impian, Keke harus berjuang untuk menghidupi dirinya sendiri. Hidupnya di kelilingi oleh orang-orang yang acuh padanya. Sang papa kabur sejak ia kecil, si mama selalu sibuk dengan bisnis jahitannya, sedangkan Fitri sang kakak terlalu mementingkan diri sendiri.

Hidup Keke boleh dibilang gokil. Kerja keras untuk mencapai impianya itulah yang sebenarnya bisa menjadi inspirasi para generasi muda untuk maju. Setidaknya, film keluaran teranyar Multivision Picture berjudul Cewek Gokil kali ini, penuh dengan pesan-pesan moral yang positif.
Berbalut dengan genre drama komedi, Velove Vexia tampil baik sebagai Keke, si pemeran utama. Keinginannya memiliki mini cooper, sebenarnya bukan hal muluk. Mengingat ia kerap di suruh ibunya mengantarkan baju jahitan di sela-sela kesibukannya kursus dan mengajar les anak sekolah dasar.

Namun bukan jalan yang mudah bagi Keke yang hidup pas-pasan. Ia harus meningkatkan kinerja multi level marketing (MLM), memperbanyak anak didik les, ikut casting, hingga mencari peluang kerja tambahan sebagai penjual apartemen. Dalam perjuangannya, Keke pun berkenalan dengan instruktur menyetirnya yang kece bernama Dino. Peran Dino dimainkan oleh wajah baru di sinema Indonesia bernama Syailendra Soepomo. Sayang, penampilan perdana Syailendra tak dimanfaatkanya secara maksimal.

Film garapan Rizal Mantovani ini memang tergolong beda dengan dua debut horor-sexnya terdahulu, Air Terjun Pengantin dan Taring. Tak heran, nyatanya produksi film ini memang sudah lebih awal digarap sejak dua tahun lalu. Namun baru kali ini MVP mengeluarkan salah satu "amunisinya" di awal taun 2011.

"Memang tergolong lama, mengingat tahun lalu sedang segar bertema horor makanya film ini disimpan untuk waktu yang tepat," jelas Rizal dalam peluncuran film itu di FX Senayan, kemarin. Awal tahun baru, menurutnya sangat tepat untuk sebuah genre berbeda dari pasaran 2010 lalu. "Boleh dibilang ini sebagai penyegaran dari genre-genre lama yang ditawarkan ke pasar,"katanya.
Aguslia Hidayah .




picture of a pumpkinS I N O P S I S
Sesekali, kita disuguhi film yang sekilas terlihat sangat simpel. Seperti penggalan-penggalan orang bercerita tanpa juntrungan dengan tendensi menghibur belaka, konfliknya juga bukan yang terlalu njelimet, namun bila diselami lebih dalam, tetap ada pesan yang ingin disampaikan, malah terkadang, bisajadi sangat berharga. Ini seperti misalnya Anda menasehatkan sesuatu yang jauh-jauh ternyata yang dekat, penting dan mudah terjadi itu, terlewatkan. Kalau ingin contoh lebih jauh, film-film seperti About A Boy, The Nanny Diaries, Bridget Jones’ Diary, bahkan beberapa adaptasi-adaptasi chicklit/teenlit yang termasuk di kategori bagus. Plot simpel, konflik klise, tapi kesederhanaan dalam penyampaian pesan berarti itu yang justru membalutnya menjadi karya yang baik. Apalagi pengadeganan Rizal disini memang terasa sangat, sangat chicklit. Oke, jangan buru-buru ingin melempar saya untuk membandingkan judul-judul ini dengan filmnya Rizal Mantovani yang hadir minggu ini. Don’t get me wrong, saya sama sekali tak membandingkan dari sisi kualitas atau pencapaiannya, namun kenyataannya karya-karya itu ada di garis pakem yang sama. A simplicity ; yang secara luas bisa punya banyak arti, namun dasarnya singkat saja. Simpel. Dan Rizal, memang selayaknya membesut film-film seperti ini saja seperti yang pernah dilakukannya di ‘Ada Kamu, Aku Ada’. Simpel namun mengalir. Sederhana tapi punya pesan, ketimbang film-film seperti Air Terjun Pengantin atau another ridiculous Piranha rip-off yang bakal hadir nanti, ‘Jenglot Pantai Selatan’.

Begitulah skenario yang ditulis Ve Handojo yang juga sering bekerjasama dengan Rizal ini memulai kisahnya. Tentang seorang Keke (Velove Vexia) yang sejak kecil sudah terbiasa diterpa masalah mulai dari kurang kasih sayang dari sang ibu yang menjadi tulang punggung keluarga dengan menjahit, ayah yang pergi meninggalkannya, serta seorang kakak yang juga lebih memilih boneka daripada Keke. Ini berlangsung sampai Keke usai SMU. Sang ibu makin sibuk, sang ayah tak pernah kembali, Fitri (Endhita Bonacelli), kakaknya pun kerja sebagai waitress karaoke dan semakin merepotkan hidup Keke dengan anak yang lahir di luar nikah. Namun Keke tak membalas semua perlakuan yang dianggapnya negatif pada dirinya itu. Atas suatu kejadian, Keke justru berniat membeli mobil demi membantu ibunya mengantar jahitan. Bukan mobil mewah, tapi cukup sebuah Mini Cooper kuno yang dicicil dulu dari bodynya, kemudian baru mesinnya. Pelan-pelan, sambil kuliah, Keke menempuh niatnya mengumpulkan uang. Mulai dari aktif di MLM, mengajar les matematika, ikut casting sampai jadi SPG, plus kursus menyetir mobil yang membawanya pada Dino (Syailendra Soepomo) yang lantas menjadi pacarnya. Semua dilakukan Keke lewat cara-cara yang unik (baca=gokil) hingga akhirnya sebuah kejadian membuat seluruh pengorbanan dan rasa terpendam itu meledak, namun juga sekaligus memberi Keke pencerahan atas kenaifannya selama ini.

Lewat penyampaian yang sangat chicklit, mulai dari style hingga pemilihan lagu-lagu soundtrack yang cukup dikenal, Cewek Gokil yang sudah tertahan rilisnya sejak dua tahun silam ini sekilas memang terlihat seperti pameran senang-senang ala remaja, penuh adegan komedi yang hanya berisi sedikit pesan tentang kegigihan meraih mimpi yang sudah umum ditampilkan di film-film sejenis. Namun salah juga bila Anda berpendapat esensinya hanya ada disitu. Turnover di bagian endingnya di satu sisi bekerja bagai sebuah twist meski bukan di pakem twist mengejutkan, dengan keunikan yang sekaligus juga ada disana. Dan keakraban komunikatif itu terbangun dengan kuat dari akting seorang Velove Vexia, yang tampil komikal dengan segala kepolosan anak remaja tanpa harus terlihat sok dewasa atau tetap kelihatan cantik selalu di layar. Pilihan departemen casting terhadap Velove terasa begitu pas, termasuk juga peran pendukung lain yang tampil tak mubazir sesuai porsi mereka, kecuali pemeran Dino yang meski punya tampang cukup menjual, mungkin masih sedikit terlihat kaku di beberapa scene-nya. Dialog-dialog bergaya naratif-nya juga mengalir dengan lancar serta menarik untuk menutupi guliran plot dan sebagian pengadeganan klise ala sinetron. Saya tak akan menampik kalau penceritaan yang kelewat simpel itu lama-lama jadi sedikit membosankan tanpa kita tahu tujuannya mau dibawa kemana, namun tepat di saat turnover-turnovernya sudah semakin keluar jalur, justru disitulah muncul bagian terkuat dari film yang sebenarnya punya judul kurang kena ini. Sebuah penegasan dan penekanan ulang tentang pesan moral yang juga sama simpel dengan plotnya, namun jarang-jarang tersentuh film-film lain dari genre yang sama, yang meski bergaya naratif namun tak terasa menggurui. Di momen-momen penghujung inilah Rizal dan Ve membawa kita ke sebuah retrospeksi singkat dari komunikasi simpel mereka tadi, sebelum akhirnya menyadarkan kita pada sebuah kesalahan manusiawi dari sebuah sudut pandang yang kerap muncul di kehidupan sehari-hari. In the end, it’s a simple, yet precious morals in human’s naiveness. (dan)

No comments:

Post a Comment

 

© Copyright GALAXS212 2010 -2011 | Design by Den Rozak | Published by Site Den Rozak | Powered by Blogger.com.